Maka
jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya,
sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling,
sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah
akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.(Q.S. 2:137)
Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari
Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu
cahaya yang terang benderang.(Al Qur’an). Adapun orang-orang yang
beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allah
akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan
limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus
(untuk sampai) kepada-Nya. (Q.S. 4:174-175)
Dari Jubair bin Nuth’im r.a. berkata : Rasulullah saw. pernah bersabda :
“Hendaklah kamu sekalian bergembira, karena sesungguhnya Al-Qur’an ini
ujungnya (ada) di tangan Allah dan ujungnya yang lain di tangan kamu
sekalian; maka dari itu hendaklah kamu berpegang teguh kepadanya, maka
sungguh kamu tidak akan binasa dan tidak pula akan sesat
selama-lamanya.” (Riwayat at-Thabrani)
Umar bin Khatthab adalah salah seorang sahabat terdekat Rasulullah saw. dan termasukkhulafaurasyidin.
Ia merupakan pribadi yang dibekali tabiat yang peka dan kuat. Bila ia
mengambil pendirian maka akan ia pegang hingga mencapai akhir. Semenjak
belum mengenal Islam-pun, sifat dan tabiatnya sudah seperti itu. Dalam
sebuah riwayat yang menceritakan bagaimana akhirnya Umar dapat tunduk
terhadap ayat suci Al-Qur’an:
Pada suatu hari, Umar keluar dengan pedang terhunus dan melangkahkan
kakinya ke rumah Arqam, tempat Rasulullah saw. Di tengah jalan, ia
bertemu dengan Nu’aim bin Abdillah. Nu’aim bertanya kepada Umar “Hendak
ke mana hai Umar?”
“Mencari si murtad itu” jawab Umar, “yang telah memecah belah kesatuan
negeri Quraisy serta mempersetankan cendekiawannya, menghina agamanya
dan mencaci maki tuhan-tuhannya. Akan saya tamatkan riwayatnya!”
Umar merasa saat itu dirinyalah yang paling benar, bahkan sangat
bencinya kepada Muhammad dan mengatakan bahwa Muhammad dan pengikutnya
telah murtad dari agama kaumnya. Hingga kesabaran Umar habis dan
dikejarnya Muhammad. Kemudian apa yang terjadi setelah itu? Ketika
diketahuinya dari Nu’aim bahwa adiknya pun telah menjadi pengikut
Muhammad, maka langkah kakinya kini diarahkan ke rumah adiknya itu.
Dengan amarah yang menyala-nyala Umar pun sampai di sana. Akan tetapi
ayat-ayat Allah mampu menundukkan Umar bin Khatthab. Ia pun akhirnya
menjadi pembela Islam yang paling unggul.
Inilah gambaran bahwa petunjuk Allah datang dalam kondisi yang beragam.
Ia dapat turun ke dalam berbagai macam komunitas dan kalangan. Bahkan
terhadap orang yang teramat memusuhi petunjuk itu sekalipun. Kisah Umar
di atas merupakan gambaran bahwa seorang manusia pun tidak lantas dengan
mudah menilai manusia lainnya sebelum jelas bukti kebenarannya. Umar
melakukan yang demikian itu pun karena Rasulullah saw. pun pernah
mengatakan “Apakah kamu bisa membelah isi hati manusia?”.
Bagi seorang Umar bin Khatthab, rupa lahir yang tampak sekilas pandang
tidaklah cukup untuk mengadakan penilaian terhadap orang lain. Pernah
didengarnya seseorang menyanjung orang lain dengan ucapan:
“Ia seorang yang lurus”.
Maka ditanya oleh Umar:
“Pernahkah suatu hari kamu mengadakan perjalanan bersamanya?”
“Tidak”, jawabnya
“Ataukah pernah kamu suatu kali bermusuhan dengannya?”
“Tidak”
“Kalau begitu tidak ada pengetahuanmu mengenai orang itu; mungkin kamu melihatnya sedang shalat di masjid!”
Beginilah Umar mencontohkan bagaimana kita sebaiknya membuat pandangan
dan penilaian terhadap orang lain yang belum kita kenal sepenuhnya.
Apalagi kondisi zaman sekarang yang serba tidak menentu. Dalam sebuah
hadits dikatakan:
Dari Abdullah bin Amr r.a. berkata: saya pernah Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut pengetahuan agama sesudah Ia
memberikan kepada mereka dengan sekali cabut, tetapi Dia mencabutnya
dari mereka itu beserta kematian orang-orang yang berpengetahuan agama
dengan pengetahuan mereka, lalu tinggallah orang-orang yang bodoh,
mereka meminta fatwa, lalu mereka memberikan fatwa dengan pikiran
mereka, maka mereka sama sesat dan menyesatkan.” (Riwayat Bukhari)
Di riwayat yang lain: “Sehingga tidak ada lagi orang yang mengerti
tentang urusan agama, segenap manusia mengangkat ketua orang-orang yang
bodoh, lalu mereka ditanya, lantas memberi fatwa dengan tidak ada
pengetahuan, maka sesatlah mereka dan menyesatkan.”
Berabad jaraknya antara hari ini dan zaman Rasulullah saw. Bahkan
Rasulullah saw. mengatakan akan datang suatu zaman kekacauan yang
digambarkan dalam hadits di atas. Lantas bagaimana caranya agar kita
tetap bertahan dalam nilai kebenaran dan nilai petunjuk?
Petunjuk Nabi saw. adalah sebaik-baik petunjuk, seperti dikatakan oleh
Umar ibnul Khaththab r.a., “Keduanya (Al-Qur’an dan sunnah) adalah kalam
dan petunjuk, sebaik-baik kalam adalah kalam Allah SWT dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw..“
Umar mengutip redaksi ini dari sabda Rasulullah saw. yang diucapkan oleh
beliau dalam khotbahnya, “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik
pembicaraan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah perbuatan bid’ah, dan setiap
bid’ah adalah sesat.”
Inilah yang dapat dilakukan oleh kita selaku umat Islam, yaitu dengan
tetap berpegang teguh kepada apa yang telah disabdakan Nabi saw. seperti
yang tertera dalam keterangan di atas. Ditambah lagi, kondisi umat
Islam yang hari ini semakin kritis, maka sangatlah diperlukan hadirnya
sebuah “petunjuk” yang betul-betul dapat menyelamatkan nasib umat Islam
dunia.
Hadirnya petunjuk Allah dapat mengubah seorang Umar hingga ia jadi
pembela Islam yang tangguh. Mudah-mudahan pula citra petunjuk itu dapat
kita gali dan maknai, agar umat Islam mendapatkan kembali tempat
kejayaannya di mata dunia. Manusia akan mencapai puncak peradabannya,
menjadi umat yang satu manakala mereka kembali kepada petunjuk Allah
yang hakiki, Al-Qur’an. Itulah jalan yang lurus yang dikehendaki oleh
Allah.
Manusia
itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah
mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan,
dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi
keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.
Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran
tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah
selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus. (Q.S. 2:213)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar