Siapa yang tidak pernah meminjam uang? Tentunya baik orang
yang berada atau orang yang kurang secara material pinjam meminjam uang
adalah hal normal dan lumrah sesuai dengan hakikat manusia menurut islam atau konsep manusia dalam islam. Harta dalam islam
adalah bagian yang terpenting juga agar manusia bisa beraktivitas,
beramal, dan melaksanakan tujuan hidupnya. Setiap manusia yang hidup ada
kalanya membutuhkan pinjaman dan butuh untuk dibantu untuk memenuhi
kebutuhannya. Kebutuhan bisa bersifat primer, sekunder, atau tersier.
Dalam islam pinjam-meminjam uang (berhutang) adalah suatu yang tidak dilarang. Islam mengaturnya bahkan memperbolehkannya, asalkan bukan yang sifatnya riba dan bertentangan dengan dasar-dasar islam dalam rukun islam dan rukun iman. Aturan islam tidak ada satupun yang merugikan atau malah menjerumuskan. Untuk itulah manfaat beriman kepada Allah SWT, sampai kepada hal detil persoalan ekonomi pun islam mengaturnya. Dalam hal ini contohnya adalah masalah mawaris dalam islam (harta keluarga) dan bunga bank menurut islam.
Namun, perkembangan di zaman ini tengah berkembang juga diskusi mengenai hukum meminjam uang lewat bank. Beberapa pendapat mengatakan bahwa hal tersebut adalah haram karena termasuk riba.
Untuk bisa memahaminya maka berikut adalah dua pendapat yang bersebrangan mengenai hukum meminjam uang di bank.
Jenis Bank
Sebelum megetahui pendapat yang berbeda mengenai hukum meminjam uang di bank, maka tentunya perlu mengetahui terlebih dahulu jenis bank yang ada. Secara umum umat islam membaginya menjadi dua yaitu bank syariah dan bank konvensional.
Berikut adalah penjelasan dari hukum pinjam uang di bank :
Riba pada masa turunnya Al-Quran adalah kelebihan yang dipungut bersama jumlah utang yang mengandung unsur penganiayaan dan penindasan, bukan sekadar kelebihan atau penambahan jumlah utang yang dibebankan pada si penghutang.
Latar belakang sosiologis yang menjadi sebab turun ayat larangan riba dalam al-Quran adalah kebiasaan prilaku orang-orang jahiliyyah yang melipatgandakan pengembalian dari pokok utang yang dipinjamkan kepada debitor yang sangat membutuhkan.
Jika dilihat di masa kini, kita tidak melihat adanya hal yang sama justru malah keuntungan terjadi di dua belah pihak, antara peminjam dan pemberi pinjaman atau kreditur dan debitur. Oleh sebab itu, maka bunga bank tidak serta merta bisa diharamkan karena jauh berbeda dengan apa yang dipraktekkan di zaman jahiliah dulu. Sedangkan Umar Shihab sendiri berpendapat bahwa bunga bank dianalogikan seperti jual beli yang didasari suka sama suka.
Dari hal tersebut ulama yang menyepakati pengertian riba, makna riba, dan hukum riba dalam islam dihubungkan dengan bunga bank pada konteks zaman sekarang, tidak menyamakan antara riba dengan bunga bank. Beberapa ulama yang lain pun berijtihad bahwa adanya bunga bank di dalam bank konvensional adalah suatu tambahan yang wajar dan memang sesuai dengan hukum-hukum ekonomi yang berlaku.
Untuk itu, menurut sebagian ulama kontemporer bunga bank bukanlah riba dan meminjam di bank tidak diharamkan dan tidak bertentangan dengan fungsi agama islam. Hal ini menunjukkan bahwa islam dan ilmu pengetahuan ekonomi saling melengkapi dan mengisi. islam sebagai dasar dan ekonomi sebagai teori perkembangan untuk penerapan di konteks yang terus berkembang.
Termasuk hukum bekerja di bank konvensional bagi umat islam tidaklah dilarang, selagi tidak ada satupun kaidah pekerjaan yang melanggar substansi dan prinsip dasar islam. Misalnya, tidak membuka aurat, tidak melakukan penipuan, tidak melakukan pemerasan, tindakan kezaliman yang merugikan orang banyak, dan lain sebagainya sesuai syariat islam.
Ulama Fiqh klasik dengan metode memahami ayat yang cenderung tekstualis dan formalis memahami bahwa segala tambahan dalam ekonomi (jual beli dan pinjaman) dikenakan sebagai riba. Sedangkan ulama-ulama kontemporer menanggapinya bukan sebagai riba kare memahami degan pendekatan substansi dan hal-hal yang membuat riba menjadi haram dilihat dari konteks sosiologisnya. Berikut salah satu isi Majma’ Al-Buhuts Al-Islami, dalam muktamarnya yang kedua, yang diadakan di Kairo, tahun 1965 yang banyak menjadi rujukan para ulama untuk menetapkan haramnya meminjam uang di Bank Konvensional. “Bunga dari transaksi utang-piutang, semuanya adalah riba yang haram. Tidak ada bedanya, baik utang untuk kegiatan konsumtif maupun utang untuk kegiatan produktif. Karena dalil Alquran dan sunah, semuanya dengan tegas menyatakan haramnya kedua jenis riba dari utang tersebut.” (Fawaidul Bunuk Hiyar Riba, Hal. 130)
Dari pendapat ulama klasik dan juga ulama-ulama yang berkiblat pada metode teks, maka didapatkan pinjaman uang di bank konvensional adalah haram. Sedangkan apapun yang dilakukan di bank konvensional tanpa pertimbangan syariah adalah haram.
ads
Kalangan kaum kelas atas pun tentu sangat sering melakukan pinjam
meminjam uang yang bisa jadi untuk keperluan tersier atau mengembangkan
bisnis dan modalnya. Kalangan bawah terutama pun juga bisa saja meminjam
uang untuk sekedar memenuhi kebutuhan primernya, mulai dari makanan,
kebutuhan kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan rumah tangga lainnya.
Untuk itu dibutuhkan saling membantu, dan menjauhi sifat sombong untuk
tidak peduli (sifat sombong dalam islam adalah hal yang dibenci oleh Allah SWT).Dalam islam pinjam-meminjam uang (berhutang) adalah suatu yang tidak dilarang. Islam mengaturnya bahkan memperbolehkannya, asalkan bukan yang sifatnya riba dan bertentangan dengan dasar-dasar islam dalam rukun islam dan rukun iman. Aturan islam tidak ada satupun yang merugikan atau malah menjerumuskan. Untuk itulah manfaat beriman kepada Allah SWT, sampai kepada hal detil persoalan ekonomi pun islam mengaturnya. Dalam hal ini contohnya adalah masalah mawaris dalam islam (harta keluarga) dan bunga bank menurut islam.
Namun, perkembangan di zaman ini tengah berkembang juga diskusi mengenai hukum meminjam uang lewat bank. Beberapa pendapat mengatakan bahwa hal tersebut adalah haram karena termasuk riba.
Untuk bisa memahaminya maka berikut adalah dua pendapat yang bersebrangan mengenai hukum meminjam uang di bank.
Jenis Bank
Sebelum megetahui pendapat yang berbeda mengenai hukum meminjam uang di bank, maka tentunya perlu mengetahui terlebih dahulu jenis bank yang ada. Secara umum umat islam membaginya menjadi dua yaitu bank syariah dan bank konvensional.
- Bank Konvensional
- Bank Syariah
Berikut adalah penjelasan dari hukum pinjam uang di bank :
Pendapat yang Memperbolehkan Meminjam Uang di Bank Konvensional
- Menurut Rasyid Ridha
Riba pada masa turunnya Al-Quran adalah kelebihan yang dipungut bersama jumlah utang yang mengandung unsur penganiayaan dan penindasan, bukan sekadar kelebihan atau penambahan jumlah utang yang dibebankan pada si penghutang.
- Menurut M Quraish Shihab
Latar belakang sosiologis yang menjadi sebab turun ayat larangan riba dalam al-Quran adalah kebiasaan prilaku orang-orang jahiliyyah yang melipatgandakan pengembalian dari pokok utang yang dipinjamkan kepada debitor yang sangat membutuhkan.
- Menurut Umar Shihab
Jika dilihat di masa kini, kita tidak melihat adanya hal yang sama justru malah keuntungan terjadi di dua belah pihak, antara peminjam dan pemberi pinjaman atau kreditur dan debitur. Oleh sebab itu, maka bunga bank tidak serta merta bisa diharamkan karena jauh berbeda dengan apa yang dipraktekkan di zaman jahiliah dulu. Sedangkan Umar Shihab sendiri berpendapat bahwa bunga bank dianalogikan seperti jual beli yang didasari suka sama suka.
Dari hal tersebut ulama yang menyepakati pengertian riba, makna riba, dan hukum riba dalam islam dihubungkan dengan bunga bank pada konteks zaman sekarang, tidak menyamakan antara riba dengan bunga bank. Beberapa ulama yang lain pun berijtihad bahwa adanya bunga bank di dalam bank konvensional adalah suatu tambahan yang wajar dan memang sesuai dengan hukum-hukum ekonomi yang berlaku.
- Menurut Pendapat Secara Umum
Untuk itu, menurut sebagian ulama kontemporer bunga bank bukanlah riba dan meminjam di bank tidak diharamkan dan tidak bertentangan dengan fungsi agama islam. Hal ini menunjukkan bahwa islam dan ilmu pengetahuan ekonomi saling melengkapi dan mengisi. islam sebagai dasar dan ekonomi sebagai teori perkembangan untuk penerapan di konteks yang terus berkembang.
Termasuk hukum bekerja di bank konvensional bagi umat islam tidaklah dilarang, selagi tidak ada satupun kaidah pekerjaan yang melanggar substansi dan prinsip dasar islam. Misalnya, tidak membuka aurat, tidak melakukan penipuan, tidak melakukan pemerasan, tindakan kezaliman yang merugikan orang banyak, dan lain sebagainya sesuai syariat islam.
Pendapat yang Tidak Memperbolehkan Meminjam Uang di Bank Konvensional
Adanya perbedaan pendapat atau kontroversi mengenai riba oleh para ulama disebabkan adanya perbedaan dari memahami tujuan atau illat yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Quran mengenai Riba dan persoalan bahaya hutang dalam islam melalui bank-bank konvensional.Ulama Fiqh klasik dengan metode memahami ayat yang cenderung tekstualis dan formalis memahami bahwa segala tambahan dalam ekonomi (jual beli dan pinjaman) dikenakan sebagai riba. Sedangkan ulama-ulama kontemporer menanggapinya bukan sebagai riba kare memahami degan pendekatan substansi dan hal-hal yang membuat riba menjadi haram dilihat dari konteks sosiologisnya. Berikut salah satu isi Majma’ Al-Buhuts Al-Islami, dalam muktamarnya yang kedua, yang diadakan di Kairo, tahun 1965 yang banyak menjadi rujukan para ulama untuk menetapkan haramnya meminjam uang di Bank Konvensional. “Bunga dari transaksi utang-piutang, semuanya adalah riba yang haram. Tidak ada bedanya, baik utang untuk kegiatan konsumtif maupun utang untuk kegiatan produktif. Karena dalil Alquran dan sunah, semuanya dengan tegas menyatakan haramnya kedua jenis riba dari utang tersebut.” (Fawaidul Bunuk Hiyar Riba, Hal. 130)
Dari pendapat ulama klasik dan juga ulama-ulama yang berkiblat pada metode teks, maka didapatkan pinjaman uang di bank konvensional adalah haram. Sedangkan apapun yang dilakukan di bank konvensional tanpa pertimbangan syariah adalah haram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar